INFORMASI DETAIL PERKARA
Kembali |
Nomor Perkara | Pemohon | Termohon | Status Perkara |
2/Pid.Pra/2024/PN Pnn | Andri Pgl Andri bin Nasrul Jam | Kepolisian Resort Pesisir Selatan | Minutasi |
Tanggal Pendaftaran | Rabu, 18 Des. 2024 | ||||
Klasifikasi Perkara | Sah atau tidaknya penetapan tersangka | ||||
Nomor Perkara | 2/Pid.Pra/2024/PN Pnn | ||||
Tanggal Surat | Rabu, 18 Des. 2024 | ||||
Nomor Surat | - | ||||
Pemohon |
|
||||
Termohon |
|
||||
Kuasa Hukum Termohon | |||||
Petitum Permohonan | A. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
1. Bahwa permohonan praperadilan ini diajukan sesuai dengan ketentuan Pasal 77 huruf a Undang-Undang No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), di mana objek praperadilan telah diperluas berdasarkan:
- Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 Oktober 2014 mencakup penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.
- Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 130/PUU-XIII/2015 tanggal 11 Januari 2017 mencakup kewajiban penyerahan surat perintah dimulainya penyidikan kepada Penuntut Umum, Terlapor, dan korban/Pelapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan.
2. Bahwa pranata Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 s.d. Pasal 83 KUHAP harus dimaknai dan diartikan sebagai pranata untuk menguji perbuatan hukum yang akan diikuti upaya paksa oleh penyidik atau penuntut umum karena pada dasarnya tuntutan Praperadilan adalah untuk menguji sah tidaknya perbuatan hukum yang dilakukan oleh penyelidik, penyidik, atau penuntut umum di dalam melakukan penyidikan atau penuntutan sebagaimana dimaksud Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU–XII/2014 tanggal 28 April 2015;
3. Bahwa dengan memperhatikan praktik peradilan melalui putusan Praperadilan atas penetapan Tersangka tersebut di atas serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Konstitusi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015, yang berbunyi: “Oleh karena penetapan tersangka adalah bagian dari proses penyidikan yang merupakan perampasan terhadap hak asasi manusia maka seharusnya penetapan tersangka oleh penyidik merupakan objek yang dapat dimintakan perlindungan melalui ikhtiar hukum pranata praperadilan. Hal tersebut semata-mata untuk melindungi seseorang dari tindakan sewenang-wenang penyidik yang kemungkinan besar dapat terjadi ketika seseorang ditetapkan sebagai tersangka, padahal dalam prosesnya ternyata ada kekeliruan maka tidak ada pranata lain selain pranata praperadilan yang dapat memeriksa dan memutusnya. Namun demikian, perlindungan terhadap hak tersangka tidak kemudian diartikan bahwa tersangka tersebut tidak bersalah dan tidak menggugurkan Halaman 3 dari 152 Putusan 110/Pid.Pra/2022/PN Jkt.Sel dugaan adanya tindak pidana, sehingga tetap dapat dilakukan penyidikan kembali sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku secara ideal dan benar. Dimasukkannya keabsahan penetapan tersangka sebagai objek pranata praperadilan adalah agar perlakuan terhadap seseorang dalam proses pidana memperhatikan tersangka sebagai manusia yang mempunyai harkat, martabat, dan kedudukan yang sama di hadapan hukum. Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah, dalil PEMOHON mengenai penetapan tersangka menjadi objek yang didalili oleh pranata praperadilan adalah beralasan menurut hukum” (Putusan MK hal 105-106), maka cukup beralasan hukum bagi PEMOHON untuk menguji keabsahan penetapan PEMOHON sebagai Tersangka melalui Praperadilan;
4. Bahwa merujuk amar Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU–XII/2014 tanggal 28 April 2015, yang berbunyi antara lain: “Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan;” “Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan;” Maka menjadi terang dan jelas bahwa penetapan Tersangka menurut hukum adalah merupakan objek Praperadilan;
5. Bahwa dalam praktik peradilan, beberapa putusan Hakim telah membuat putusan terkait penetapan tersangka sebagai objek praperadilan, antara lain:
- Putusan Praperadilan dalam perkara Nomor: 04/Pid/Prap/ 2014/PN.Jkt.Sel, tanggal 16 Februari 2015, dengan amar putusan, antara lain: “Menyatakan penetapan Tersangka atas diri PEMOHON yang dilakukan oleh TERMOHON adalah tidak sah”; “Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh TERMOHON yang berkaitan dengan Penetapan Tersangka terhadap diri PEMOHON oleh TERMOHON”; Halaman 4 dari 152 Putusan 110/Pid.Pra/2022/PN Jkt.Sel
- Putusan Praperadilan dalam perkara Nomor: 36/Pid.Prap/ 2015/PN.JKT.Sel, tanggal 26 Mei 2015, dengan amar putusan, antara lain: “Menyatakan Penyidikan yang dilakukan oleh TERMOHON berkenaan dengan peristiwa pidana sebagaimana dinyatakan dalam penetapan sebagai Tersangka terhadap diri PEMOHON yang diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang–Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang–Undang No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang–Undang No.31 Tahun 1999 JIS Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP adalah tidak sah oleh karenanya penyidikan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan oleh karena itu diperintahkan kepada TERMOHON untuk menghentikan penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan, No. Sprin DIK–17/01/04/2014 tanggal 21 April 2014; Menyatakan menurut hukum tindakan TERMOHON menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka yang melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang–Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang–Undang No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang–Undang No.31 Tahun 1999 JIS Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP berdasarkan Surat Perintah Penyidikan, No. Sprin DIK–17/01/04/2014 adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya Penetapan Tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.”;
6. Bahwa lembaga praperadilan juga merupakan bentuk check and balance atau bentuk pengawasan terhadap proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang-undang untuk menjamin perlindungan hak asasi manusia bagi PEMOHON, terkait prosedur maupun bukti-bukti yang telah diperoleh dalam proses penyidikan TERMOHON dalam kaitannya dengan penetapan seseorang menjadi Tersangka;
7. Bahwa berdasarkan seluruh uraian di atas, sangatlah beralasan dan cukup alasan hukumnya dalam hal Praperadilan yang dimohonkan PEMOHON ini diajukan ke hadapan hakim, sebab yang dimohonkan oleh PEMOHON untuk diuji oleh pengadilan adalah berubahnya status PEMOHON yang menjadi Tersangka dan akan berakibat hilangnya kebebasan PEMOHON, dilangggarnya hak asasi PEMOHON akibat tindakan TERMOHON yang dilakukan tidak sesuai prosedur yang ditentukan oleh hukum acara pidana dan dilakukan dengan prosedur yang salah dan menyimpang dari ketentuan hukum acara pidana dalam Halaman 5 dari 152 Putusan 110/Pid.Pra/2022/PN Jkt.Sel hal ini KUHAP termasuk Putusan Mahkamah Konstitusi dan beberapa Putusan Praperadilan di atas, oleh karenanya Permohonan PEMOHON untuk menguji keabsahan penetapan PEMOHON sebagai Tersangka oleh TERMOHON melalui Praperadilan adalah beralasan dan sah menurut hukum;
8. Bahwa memperhatikan kedudukan TERMOHON masuk dalam wilayah kewenangan Pengadilan Negeri Painan, karenanya berdasar hukum, Permohonan praperadilan ini diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Painan;
B. FAKTA HUKUM
1.Bahwa Polres Painan telah melakukan tindakan yag tidak sesuai atau melanggar ketentuan hukum formil dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan Peraturan lainya dalam hal proses dan syarat penetapan tersangka terhadap diri Pemohon;
2.Bahwa tindakan Pelanggaran yang dilakukan oleh Termohon bermula pada tanggal 10 Oktober 2024 sekira jam 18.00 menjelang magrib dimana pada saat itu Pemohon didatangi dan ditangkap dirumah Pemohon oleh Termohon tanpa memeperlihatkan surat perintah penangkapan pada saat penangkapan dan surat perintah penangkapan baru diberikan setelah sholat isya Ketika 6 orang saudara Pemohon melihat Pemohon di Polres Painan dengan Surat Perintah Penangkapan Nomor : SP.Kap/56/X/RES.1.24/2022/Reskrim tanggal 10 Oktober 2024, berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP/B/17/II/2024/SPKT-I/SAT RESKRIM/RES PESSEL/POLDA SUMBAR tanggal 06 Februari 2024 dan kemudian diikuti dengan Surat Perintah Penyelidikan nomor : SP.lidik/59/Res.1.24/2024/Reskrim tanggal 19 Februari 2024. Selanjutnya hanya dengan satu kali permintaan keterangan kepada Pemohon dengan surat permintaan keterangan nomor: B/66/III/RES.1.24/2024/Reskrim tanggal 14 Maret 2024 dan langsung ditetapkan sebagai tersangka dengan Surat Ketetapan tentang Penetapan Tersangka nomor : SP.Tap/90/IX/Res1.24/Reskrim tanggal 02 September 2024 dengan Sprindik nomor : SP.sidik/90/VIII/Res.1.24/2024/Reskrim tanggal 28 Agustus 2024;
3.Bahwa Pemohon ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 02 September 2024, lalu pada tanggal 10 Oktober 2024 ditangkap dan masih dimintai keterangan Oleh Termohon. Selanjutnya pada tanggal 20 November 2024 Pemohon masih dimintai keterangan;
4.Bahwa hal tersebut merupakan salah satu bentuk kesewenang-wenangan Penyidik, karena sangat bertentangan dengan makna sesungguhnya dari pengertian “PENYIDIKAN” itu sendiri. Hal mana dalam proses penyelidikan belum ada tersangka, kalaupun ada orang yang diduga pelaku tindak pidana. Sedangkan penetapan tersangka merupakan proses yang terjadi kemudian, letaknya di akhir proses penyidikan. Menemukan tersangka menjadi bagian akhir dari proses penyidikan. Bukan penyidikan baru ditemukan tersangka. Hal itu sesuai dengan Pengertian Penyelidikan dan Penyidikan dalam KUHAP.
5.Bahwa hal tindakan Termohon telah melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) huruf b yang pada intinya menyatakan dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum. Sehinga dengan demikian apabila telah dinyatakan (P-21). Penyidik tidak dapat lagi melakukan pemeriksaan guna kepentingan penyidikan.
6.Bahwa berdasar pada uraian diatas, dimana penyidik telah menyatakan (P-21) akan tetapi Pemohon masih dilakukan pemeriksaan guna kepentingan penyidikan, maka pemeriksaan tersebut merupakan pemeriksaan yang tidak sah dikarenakan Penyidik tidak memiliki kompetensi guna melakukan Penyidikan, karena beban tugas dan tanggung jawab telah berpindah kepada Jaksa Penuntut Umum. Untuk itu tindakan Penyidik yang demikian merupakan tindakan yang unprosedural, sehingga dengan demikian penetapan tersangka terhadap Pemohon dapat dikategorikan cacat hukum.
7.Bahwa tindakan Termohon yang langsung menetapkan tersangka terhadap Pemohon tanpa melalui Proses Penyidikan terlebih dahulu serta tanpa pelaksanaan Gelar Perkara adalah jelas melanggar ketentuan dalam KUHAP dan PERKAP No. 12 Tahun 2009, yaitu :
Pasal 1 ayat (2) KUHAP :
“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.”
Pasal 66 Peraturan Kapolri nomor 12 tahun 2009:
1)“Status sebagai tersangka hanya dapat ditetapkan oleh penyidik kepada seseorang setelah hasil penyidikan yang dilaksanakan memperoleh bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti.
2)Untuk menentukan memperoleh bukti permulaan yang cukup yaitu paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan melalui gelar perkara.”
Berdasarkan ketentuan Pasal diatas telah jelaslah bahwa untuk menetapkan seseeorang sebagai tersangka maka terlebih dahulu harus dilakukan Penyidikan untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu selanjutnya baru didapat dan ditetapkan status Tersangka. Dalam Penyidikan tersebut Penyidik harus mendengarkan kedua belah Pihak (Audi Alterm Partem) baik Pihak Pelapor maupun Pihak Terlapor untuk mendapatkan keyakinan mengenai barang bukti yang cukup sebelum menetapkan status Tersangka;
Dengan tidak didahuluinya Penyidikan sebelum Penetapan status Tersangka maka jelaslah Termohon telah melanggar ketentuan Pasal 1 ayat (2) KUHAP Juncto Pasal 66 Peraturan Kapolri nomor 12 tahun 2009;
Pasal 7 KUHAP mengatur :
1)Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang :
a.menerima-laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;
b.melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c.menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
d.melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e.melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f.mengambil sidik jari dan memotret seorang;
g.memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
h.mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
i.mengadakan penghentian penyidikan;
j.mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
2)Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a.
3)Dalam melakukan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang berlaku.
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (3) sebagaimana diatas maka telah jelas ketentuan bahwa Termohon diharuskan dalam melakukan tindakan Penangkapan, Penahanan, Penyidikan, Penetapan Tersangka dan tindakan lainnya harus berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, terutama KUHAP dan Peraturan Kapolri nomor 12 tahun 2009;
8.Bahwa selain itu Termohon juga telah melanggar ketentuan mengenai syarat Penetapan tersangka berupa harus adanya alat bukti permulaan yang Cukup yang didapat dalam Penyidikan berdasakan ketentuan KUHAP yaitu :
Pasal 1 ayat (14) KUHAP :
“Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.”
Pasal 67 Peraturan Kapolri nomor 12 tahun 2009 :
1)”Bukti permulaan yang cukup merupakan dasar untuk menentukan seseorang menjadi tersangka, penangkapan tersangka, penahanan tersangka, selain tertangkap tangan.
2)Bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya adanya Laporan Polisi ditambah dengan 2 (dua) jenis alat bukti sebagai berikut:
a.keterangan saksi yang diperoleh oleh Penyidik;
b.keterangan ahli yang diperoleh oleh Penyidik;
c.surat;”
d.petunjuk.
Berdasarkan ketentuan sebagaimana dalam KUHAP dan PERKAP diatas maka untuk mentapkan seorang sebagai Tersangka harus dengan alat bukti yag cukup yang memberikan persangkaan kuat patut diduga seorang tersebut telah melakukan tindak Pidana;
Bahwa bukti Permulaan tersebut haruslah didapat dari hasil Penyidikan setelah diperiksanya Terlapor, Saksi-saksi dan/atau ahli, Bukti Surat dan Petunjuk;
Bahwa sebelum seorang ditetapkan sebagai tersangka harus ada bukti yang memberikan dugaan yang kuat bahwa seorang tersebut melakukan tidak Pidana, bukan hanya sekedar rekaan saja yang bersifat abstrak dengan menganggap sesuatu telah dikatakan sebagai alat bukti tanpa mendapatkan keyakinan kuat akan sesuatu tersebut dapat membuktikan dugaan terjadinya tindak pidana serta bukan hanya mencukupi saja sebagai alat bukti tapi tidak memberikan dugaan yang kuat seorang telah melakukan tindak Pidana;
Bahwa berdasarkan alasan-alasan dan dasar hukum Pemohon sbagaimana diatas maka mohon kiranya Hakim yanng mengadili Permohonan Pra Peradilan ini memberikan Putusan dalam Pra Peradilan sebagai Berikut :
1.Mengabulkan Permohonan Pra Peradilan Pemohon Untuk seluruhnya;
2.Menyatakan Surat Perintah Penyidikan nomor : SP.sidik/90/VIII/Res.1.24/2024/Reskrim tanggal 28 Agustus 2024, adalah tidak sah dan tidak berdasar hukum, olehkarenannya tidak mempunyai kekuata hukum mengikat;
3.Menyatakan Surat Perintah Penyidikan nomor : SP.sidik/90/VIII/Res.1.24/2024/Reskrim tanggal 28 Agustus 2024 batal demi hukum;
4.Menyatakan Penyidikan yang dilakukan oleh Termohon terkait Peristiwa Pidana sebagaimana yanng dimaksud dalam Penetapan Tersangka terhadap diri Pemohon adalah tidak sah dan tidak berdasar hukum, oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
5.Menyatakan Penetapan Tersangka atas Diri Pemohon yang dilakukan Oleh Termohon adalah tidak sah;
6.Menyatakan tidak sah semua keputusan dan Penetapan yang dikeluarkan oleh Termohon yang berkaitan dengan Penenetapan Tersangka diri Pemohon;
7.Membebankan biaya dalam perkara ini kepada negara;
Subsider :
Apabila majelis Hakim Berpendapat lain, mohon Putusan yang Seadil-adilnya (Et Aequo Et Bono).
Hormat Kami
Kuasa Hukum
SOLVIA EFENDI, S.H.
|
||||
Pihak Dipublikasikan | Ya |